Langsung ke konten utama

Postingan

Puan Yang Ingin Merangkul Rembulan.

 Aku berlari menuju hujan Yang merintik dalam doa, Dan keinginan seorang puan untuk merangkul rembulan. Jalanan ini tak pernah sepi Kota yang terus berkilat Tanpa kenal kata mati, Memikat kedua matamu untuk terus berharap Menarik mu 'tuk selalu memohon di balik malam gelap. Aku tak pernah mengerti Kesederhanaan dalam batin itu Yang bergejolak menginginkan, Yang hanya sampai pada rasa sedih Dan putus asa. Aku hanya mengerti Bahwa jarak bukan tentang kereta Yang melesat jauh ke Jakarta, Namun tentang kau yang menatapnya Jauh di sana,  Sementara aku terjebak mengejar rintik yang menetes dalam doa. 5 Januari 2025
Postingan terbaru

Dim Light

I'll let my heart sing your name,  even if you were far away when our eyes met.  I burn myself in a hellish love with a joyous heart,  for a fleeting happiness that vanishes as quickly as it ignites in this terrible world. That I'd burn for honest, and dim the dark with briefs lifeline.- Bantul, January 1st, 2025.

Lampu Kuning (CERPEN)

  Sudah empat menit aku menunggu ajal yang duduk hanya beberapa langkah dari tempatku berbaring. Seorang pemuda, yang lebih kurangnya akan membunuhku, duduk dengan sikap yang ringan di kursi tempatku biasa menatap matahari terbenam dari kamar ini. Ia memiliki pistol tangan yang entah model apa tergenggam erat di tangannya. Dan meskipun mataku telah kabur sejak lama, aku mampu melihat matanya yang begitu kelabu namun tegas dan tanpa ragu mampu merebut nyawa siapa pun, termasuk putranya sendiri. Sudah sekitar empat tahun aku sakit-sakitan. Kata dokter, paru-paruku mengalami radang yang sangat berat dan terus meluas seiring dengan kondisi tubuhku yang semakin menua. Dan mulai beberapa hari lalu, sesak napas bukan lagi teman satu-satunya di rumah kosong ini. Kelumpuhan kaki telah menjadi teman baru yang tidak begitu menyenangkan. Dan berikutnya, aku hanya tinggal menunggu kematian yang akan datang beberapa saat lagi. Tidak seperti orang lain yang tidak menunggunya, aku rasa mempercep...

Aku kira, kau berhenti.

Aku ingin mengenangmu yang sebentarnya diam di mata. Tentu, jika kamu ada. Hujan ini deras dan merintik di antara terik yang kusayangi dan rintihan yang ada di bawah kulit. Aku tak sebegitu suka dengan suaranya, yang tidak mengijinkanku duduk sendiri dan bersedih. Dan dinginnya memelukku tanpa pernah aku bilang "mau". Ku caci maki Tuhan dan jiwaku yang lama memutus hidup, lalu bangkit tanpa sempat bercerita panjang lebar tentang apa yang ada diujung sana. Namun, sudahlah. Ku ingin bercerita, meski hanya tentangku di bilik kamar yang buruk ini. Kepalaku berputar tanpa sempat berhenti. Dan ku kira, untukmu aku akan berhenti. Ku kira. 2021.

Percuma.

Aku mengutukmu untuk hanyut dari kepalaku di tiap tetes air mata dengan setiap batang rokok yang habis di tarikan napas. Dan jika itu pun tidak mampu menyeretmu keluar Aku rasa Tuhan memang tidak sebaik itu.   Atau aku hanya terlalu cocok sebagai pengemis Yang begitu kelaparan akan sosok yang mungkin Tidak begitu peduli pada persimpangan.   2021

Penyakit “AKU TAHU! AKU TAHU!!” (CERPEN)

  Sudah beberapa tahun semenjak pandemi berlangsung dan hari-hari semakin suram. Jalanan begitu sepi dan bangunan nampak kosong. Manusia berlomba-lomba mengungsi menjauhi satu sama lain, menjaga jarak sedemikian jauh agar tidak dapat saling mendengar lagi saling berbicara. Semua ini gara-gara penyakit ‘aku tahu.’ Penyakit yang muncul di daerah perkotaan beberapa tahun lalu, melalui beberapa pemuda-orang tua dan menyebar pada setiap manusia yang sanggup berpikir, mendengar, dan berbicara layaknya tetesan air hujan yang menabrak tanah – tidak nampak namun pasti pecah. Dan dalam hitungan hari penduduk satu kota sudah tertular. Beberapa bulan kemudian negeri ini sudah didominasi oleh orang yang berteriak “AKU TAHU! AKU TAHU!!” sambil berlari ke sana kemari, mencari korban baru untuk mendengarkan ocehannya. Meski penyakit ini diketahui datang darimana, tidak satupun orang yang mengerti atau setidaknya mengetahui bagaimana penyakit ini muncul. Ia begitu ganas, menular melalui kata-ka...